Siti Aisyah Desak Penanganan Serius HAM di Riau dan Usul Sertifikasi HAM untuk Perusahaan

Anggota Komisi XIII DPR RI Siti Aisyah dalam rapat kerja bersama Komisi XIII Kementerian HAM di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (7/7/2025). Foto : Runi/Andri
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XIII DPR RI Siti Aisyah menyoroti minimnya perhatian pemerintah terhadap persoalan HAM di Provinsi Riau. Karena itu, ia menekankan pentingnya pembentukan Kantor Wilayah HAM di provinsi tersebut untuk menangani tingginya jumlah pelanggaran yang terjadi.
“Riau dari jumlah penduduk dan jumlah kasus HAM-nya sangat tinggi, tapi belum ada Kanwil HAM,” tegas Siti Aisyah dalam rapat kerja bersama Komisi XIII Kementerian HAM di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (7/7/2025).
Ia juga menyoroti lemahnya kewenangan Unit Pelaksana Teknis (UPT) HAM yang saat ini bertugas di daerah. Menurutnya, UPT tidak memiliki posisi setara saat menghadapi institusi penegak hukum seperti kepolisian.
“Jadi kalau UPT yang datang, berhadapan duduk dengan Polda tidak ada hak bicara. Jadi kasihan UPT kita yang ada di daerah yang hari ini di Riau banyak kasus-kasus HAM,” ujar Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Legislator dapil Riau II itu juga menyinggung kasus Taman Nasional Tesso Nilo yang berdampak pada puluhan ribu warga. Ia menilai kebijakan penetapan kawasan tersebut tidak mempertimbangkan nasib masyarakat yang telah lama tinggal dan menggantungkan hidup di sana.
“Salah satunya Pak Menteri, hari ini 40.000 warga negara Indonesia akan kehilangan mata pencahariannya dan pendidikannya sudah tidak ada, kemungkinan terancam karena masalah TMTN Taman Nasional Tesso Nilo,” katanya.
Menurutnya, KemenHAM sebagai institusi yang bertanggung jawab atas perlindungan HAM, seharusnya berpihak kepada masyarakat. Ia mengingatkan agar kementerian tidak hanya sekadar menyetujui kebijakan pemerintah pusat.
“Jadi sebagai Menteri HAM harusnya kita berpihak ke masyarakat, bukan harus mengiyakan apa kata pemerintah,” tegasnya.
Sebagai langkah konkret penguatan HAM, ia juga mengusulkan agar perusahaan-perusahaan di Indonesia diwajibkan memiliki sertifikat HAM. Ia menilai skema tersebut dapat menjadi mekanisme kontrol sekaligus sumber penerimaan negara bukan pajak (PNBP). “Setiap perusahaan badan harusnya punya sertifikat HAM,” usulnya.
Jika perusahaan terbukti melanggar HAM, menurutnya, sertifikat tersebut harus dicabut sebagai bentuk sanksi. Langkah ini dinilai perlu agar komitmen terhadap HAM dapat ditegakkan secara nyata. “Kalau perusahaan itu melanggar HAM, cabut,” tandasnya. (gal/rdn)